TEMPO.CO, Jakarta -- Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Rifqinizamy Karyasuda menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan penyelenggaran pemilu nasional dan lokal menyebabkan bukan hanya kegaduhan, tetapi juga kebingungan dalam implementasi. Menurut dia, amar putusan dan pertimbangan hukum putusan MK berpotensi mengangkangi konstitusi apabila harus diadopsi oleh DPR dalam membahas revisi Undang-Undang Pemilu. "Pemisahan pemilu nasional-lokal munculkan turbulensi konstitusi," kata Rifqinizamy dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo pada Sabtu, 12 Juli 2025.
Dia mengatakan, sebagaimana ketentuan Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, secara eksplisit menyebutkan bahwa pemilu diselenggarakan setiap lima tahun sekali. Pasal 22E ayat (2), dia melanjutkan, secara eksplisit juga disebutkan pemilu diselenggarakan untuk memilih presiden dan wakilnya, anggota DPR, DPRD (Dewan Perwakil...